A.PENGERTIAN MORALITAS
Kata Moral
berasal dari kata latin “mos” yang berarti kebiasaan.
Kata mos jika akan dijadikan kata keterangan atau kata sifat
lalu mendapat perubahan dan belakangannnya, sehingga membiasakan menjadi “morris”
kepada kebiasaan moral dan lain-lain dan moral adalah kata nama sifat dari
kebiasaan moral dan lain-lain, dan moral adalah kata nama sifat dari kebiasaan
itu, yang semula berbunyi moralis.
Kata
sifat tidak akan berdiri sendiri dalam kehidupan sehari-hari selalu dihubungkan
dengan barang lain. Begitu pula kata moralis dalam dunia ilmu lalu
dihubungkan dengan scientia dan berbunyi scientis moralis,
atau philosophia moralis. Karena biasanya orag-orang telah
mengetahui bahwa pemakaian selalu berhubungan deangan kata-kata yang mempunyai
arti ilmu. Maka untuk mudahnya disingkat jadi moral. Perkata diartikan
dengan ajaran kesusilaan, tabiat atau kelakuan.
Dengan
demikian moral dapat diartikan ajaran kesusilaan. Moralitas
berarti hal mengenai kesusialaan. Sedang, etika merupakan suatu ilmu yang
membicarakan tentang perilaku manusia, perbuatan manusia yang baik dan yang
buruk. (Ethics the study and phylosophy of human conduct with
emphasis on the determination of right and wrong one of the normative
sciences).
Menurut hukum ethika sesuatu
perbuatan itu dinilai pada 3 tingkat :
- semasih belum lahir
jadi perbuatan, jadi masih berupa rencana dalam kata hati; niat
- sesudahnya sudah
berupa perbuatan nyata = pekerti
- akibat atau hasil
dari perbuatan itu = baik atau tidak baik
Variabel pencapaian dari niat
atau karsa itu sendiri adalah sebagai berikut;
- tujuannya baik
tetapi cara mencapainya tidak baik
- tujuannya yang
tidak baik cara mencapainya (kelihatannya) baik
- Tujuannya baik cara
mencapainya juga baik
Cara pertama
ini menggambarkan adanya sesuatu kekerasan . masalah tujuan yang tidak
perlu dibicarakan lagi karena sudah jelas baik yag dinilai sekarang ialah cara
mencapainya.
Cara kedua
tujuan jahat tetapi cara memperolehnya kelihatannya baik. Ini
menggambarkan bahwa yang ditempuh itu tidak fair, tidak sehat tetapi licik diliputi
oleh kepalsuan, penipuan
TEORI-TEORI
MORALITAS
Teori Piaget
Dalam bukunya
The moral judgement of the Child (1923) Piaget menyatakan bahwa
kesadaran moral anak mengalami perkembangan dari satu tahap yang lebih
tinggi. Pertanyaan yang melatar belakangi pengamatan Piaget adalah
bagaimana pikiran manusia menjadi semakin hormat pada peraturan. Ia mendekati
pertanyaan itu dari dua sudut. Pertama kesadaran akan peraturan
(sejauh mana peraturan dianggap sebagai pembatasan) dan kedua, pelaksanaan
dari peraturan itu.
Piaget
mengamati anak-anak bermain kelereng, suatu permainan yang lazim dilakukan oleh
anak-anak diseluruh dunia dan permainan itu jarang diajarkan secara formal oleh
orang dewasa.
Dengan
demikian permainan itu mempunyai peraturan yang jarang atau malah tidak
sama sekali ada campur tangan orang dewasa. Dan melalui perkembangan umur
maka orientasi perkembangan itupun berkembang dari sikap heteronom (
bahwasannya peraturan itu berasal dari diri orang lain) menjadi otonom 9 dari
dalam diri sendiri. Pada tahap heteronom anak-anak menggangap bahwa
peraturan yang diberlakukan dan berasal dari bukan dirinya merupakan sesuatu
yang patut dipatuhi, dihormati, diikuti dan ditaati oleh pemain. Pada
tahap otonom, anak-anak beranggapan bahwa perauran-peraturan merupakan
hasil kesepakatan bersama antara para pemain.
Anak-anak
pada usia paling muda hingga umur 2 tahun melakukan aktivitas bermain
dengan apa adanya, tanpa aturan dan tanpa ada hal yang patut untuk mereka
patuhi. Mereka adalah motor activity tanpa dipimpin oleh
pikiran. Pada tahap ini merepa belum menyadari adanya peraturan yang koersif,
atau bersifat memaksa dan harus di taati.
Dalam
pelaksanaannya peraturan kegiatan anak-anak pada umur itu merupakan motor
activiy.
Anak-anak
pada umur antara 2 sampai 6 tahun mereka telah mulai memperhatikan dan bahkan
meniru cara bermain anak-anak yang lebih besar dari mereka. Pada
tahap ini anak-anak telah mulai menyadari adanya peraturan dan ketaatan yang
telah dibuat dari luar dirinya dan harus ditaati dan tidak boleh diganggu
gugat. Pada tahap ini anak-anak cenderung bersikap egosentris,
mereka akan memandang “sangat salah” apabila aturan yang telah ada di
ubah dan dilanggar. Dan ia meniru apa yang dilihatnya semata-mata demi
untuk dirinya sendiri, tidak tahu bahwa bermain adalah aktivitas yang dilakukan
dengan anak-anak lainnya. Sehingga meskipun bermain dilakukan secara
bersama sama namun sebenarnya mereka bermain secara individu, sendiri-sendiri
dengan melakukan pola dan cara yang mereka yakini sendiri. Pelaksanaan
yang bersifat egosentris merupakan tahap peralihan dari tahap yang
individualistis murni ke tahap permainan yang bersifat social.
Anak pada
usia 7-10 tahun beralih dari kesenangan yang semata-mata psikomotor kepada
kesenangan yang didapatkan dari persaingan dengan kawan main dengan mengikuti
peraturan-peraturan yang berlaku dan disetujui bersama. Walaupun
sebenarnya tidak faham akan peraturan sampai hal yang paling kecil namun
keinginan untuk bekerja sama dengan kawan bermain amatlah besar. Anak
ingin memahami peraturan dan bermain dengan setiap mengikuti peraturan
itu. Pada tahap ini sifat heteronom berangsur menjadi otonom.
Pada usia 11
sampai 12 tahun kemampuan anak untuk berfikir abstrak mulai berkembang.
Pada umur umur itu, kodifikasi ( penentuan) peraturan sudah dianggap
perlu. Kadang-kadang mereka lebih asyik tertarik pada soal-soal peraturan
daripada menjalankan permainannya sendiri.
Teori Kohlberg
Teori
Piaget kemudian menjadi inspirasi bagi Kohlberg. Hal yang menjadi kajian
Kohlberg adalah tertumpu pada argumentasi anak dan perkembangan argumentasi itu
sendiri. Melalui penelitian yang dilakukannya selama 14 tahun, Kohlberg
kemudian mampu mengidentifikasi 6 (enam) tahap dalam moral reasoning yang kemudian
dibagi dalam tiga taraf.
1.
Taraf Pra-Konvensional
Pada taraf
ini anak telah memiliki sifat responsif terhadap peraturan dan cap
baik dan buruk, hanya cap tersebut ditafsirkan secara fisis dan hedonistis
(berdasarkan dengan enak dan tidak enak, suka dan tidak suka) kalau jahat
dihukum kalau baik diberi hadiah. Anak pada usia ini juga menafsirkan
baik buruk dari segi kekuasaan dari asal peraturan itu diberi, orang tua, guru,
dan orang dewasa lainnya. Pada taraf ini terdiri dari dua tahapan yaitu :
1)
punishment and obedience orientation. Akibat-akibat fisik dari
tindakan menentukan baik buruknya tindakan tersebut menghindari hukuman dan
taat secara buta pada yang berkuasa diangga bernilai pada dirinya sendiri.
2) Instrument-relativist orientation. Akibat dalam tahap ini beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dianggap sebagai hubungan jual beli di pasar. Engkau menjual saya membeli, saya menyenangkan kamu, maka kamu mesti menyenangkan saya.
2) Instrument-relativist orientation. Akibat dalam tahap ini beranggapan bahwa tindakan yang benar adalah tindakan yang dapat menjadi alat untuk memuaskan kebutuhannya sendiri dan kadang-kadang juga kebutuhan orang lain. Hubungan antar manusia dianggap sebagai hubungan jual beli di pasar. Engkau menjual saya membeli, saya menyenangkan kamu, maka kamu mesti menyenangkan saya.
2. Conventional Level ( taraf
Konvensional)
Pada taraf
ini mengusahakan terwujudnya harapan-harapan keluarga atau bangsa bernilai pada
dirinya sendiri. Anak tidak hanya mau berkompromi , tapi setia kepadanya,
berusaha mewujudkan secara aktif, menunjukkan ketertiban dan berusaha
mewujudkan secara aktif, menunjang ketertiban dan berusaha mengidentifikasi
diri mereka yang mengusahakan ketertiban social. Dua tahap dalam tahap ini
adalah:
a. Tahap
interpersonal corcodance atau “good boy-nice girl” orientation.
Tingkah laku yang lebih baik adalah tingkah
laku yang membuat senang orang lain atau yang menolong orang lain dan yang
mendapat persetujuan mereka. Supaya diterima dan disetujui orang
lain seseorang harus berlaku “manis”. Orang berusaha membuat dirinya
wajar seperti pada umumnya orang lain bertingkah laku. Intensi
tingkah laku walaupun kadang-kadang berbeda dari pelaksanaanya sudah
diperhitungkan, misalnya orang-orang yang mencuri buat anaknya yang hampir mati
dianggap berintensi baik.
b. Tahap law and
order, orientation.
Otoritas peraturan-peraturan
yang sudah ditetapkan dan pemeliharaan ketertiban social dijunjung tinggi dalam
tahap ini. Tingkah laku disebut benar, bila orang melakukan kewajibannya,
menghormati otoritas dan memelihara ketertiban social.
3. Postoonventional
Level ( taraf sesudah konvensional)
Pada taraf
ini seorang individu berusaha mendapatkan perumusan nilai-nilai moral dan
berusaha merumuskan prinsip-prinsip yang sah (valid) dan yang dapat diterapkan
entah prinsip itu berasal dari otoritas orang atau kelompok yang mana.
Tahapannya adalah :
a.
Social contract orientation.
Dalam tahap
ini orang mengartikan benar-salahnya suatu tindakan atas hak-hak individu
dsan norma-norma yang sudah teruji di masyarakat. Disadari bahwa
nilai-nilai yang bersiat relative, maka perlu ada usaha untuk mencapai suatu
consensus bersama.
b. The universal ethical principle orientation.
Benar
salahnya tindakan ditentukan oleh keputusan suara nurani hati. Sesuai
dengan prinsip-prinsip etis yang dianut oleh orang yang bersangkutan, prinsip
prinsip etis itu bersifat avstrak. Pada intinya prinsip etis itu adalah
prinsip keadilan, kesamaan hak, hak asasi, hormat pada harkat( nilai) manusia
sebagai pribadi.
Dalam proses
perkembangan moral reasoning dengan enam tahapannya seperti itu berlakulan
dalil brikut :
- Perkembangan moral
terjadi secara berurutan dari satu tahap ke tahap berikutnya.
- Dalam perkembangan
moral orang tidak memahami cara berfikir dari tahap yang lebih dari dua
tahap diatasnya.
- Dalam perkembangan
moral, seseorang secara kognitif tertari pada cara berfikir dari satu
tahap diatas tahapnya sendiri. Anak dari 2 tahap 2 merasa tertarik
kepada tahap 3. berdasarkan inilah kohlber percaya bahwa moral
reasoning dapat dan mungkin diperkembangkan.
- Dalam perkembangan
moral, perkembangan hanya akan terjadi apabila diciptakan suatu
diequilibrium kognitif pada diri si anak didik. Sesorang yang sudah
mapan dalam satu tahap tertentu harus diusik secara kognitif sehinga ia
terangsang untuk memikirkan kembali prinsip yang sudah dipegangnya.
Kalau ia tetap tentram dan tetap dalam tahapannya sendiri, maka tidak
mungkin ada perkembangan.
MORALITAS SEBAGAI SUATU KATEGORI
REALITAS ALAM SEMESTA
Dikutip sebagian dari tulisan Vitaly
Kondratyev, pembaca UB dari Russia berjudul : "Morality as a category of
Universe Reality", disampaikan pada IUA Conference, Aug 4-7, 2000, Wagner
College, New York.
Istilah
MORALITAS kita kenal secara umum sebagai suatu sistem peraturan-peraturan
perilaku sosial, etika hubungan antar-orang. Baik dan buruk, benar dan salah.
Definisi-definisi
Berikut ini adalah kutipan dari
Urantia Book tentang moralitas dan etika :
Moralitas adalah kesadaran akan
loyalitas pada tugas-tanggungjawab (942:1).
Moralitas berasal dari dalam
kepribadian manusia itu sendiri. Binatang tidak memiliki moralitas karena tidak
memiliki kepribadian.
Moralitas tidak bisa dijelaskan
dengan akal, karena itu berasal dari kepribadian manusia (192:8).
Manusia sebagai makhluk moral tidak
dapat dipahami kecuali terlebih dahulu mengenali realitas Bapa Semesta, Sumber
dari Kepribadian (53:1).
Moralitas manusia berasal dari
kehidupan keluarga (942:1). Jadi keluarga yang baik akan menghasilkan pribadi
yang memiliki moralitas yang baik pula. Keluarga adalah tempat mendidik
moralitas. Sangat disayangkan pada masa modern saat ini banyak keluarga yang
berantakan nilai-nilainya.
Moralitas sosial itu evolusioner,
berkembang menurut waktu (68:4)
Moralitas -- meliputi nilai-nilai
moral alam semesta -- dapat dirasakan oleh pikiran manusia dalam bentuk tiga
dorongan dasar, tiga pilihan dasar (2094:11):
1. dorongan tentang diri sendiri --
pilihan moral, personal morality berpengaruh pada perkembangan spiritual dari
manusia itu.
2. dorongan tentang masyarakat --
pilihan etik, berubah terus sesuai perubahan kesadaran sosial.
3. dorongan tentang Allah -- pilihan
relijius.
Moralitas
Pribadi dan Moralitas Sosial
Jadi ada dua hal di sini :
1. Moralitas sosial akan terus
berubah sesuai perubahan evolusi masyarakat dan peradaban, Contoh : adat makan
dan minum akan berubah sesuai perkembangan masyarakat.
2. Moralitas pribadi itu primordial
dan merupakan realitas alam semesta, melekat pada kepribadian. Moralitas
pribadi itu ada dari semula, pada semua pribadi, tidak dihasilkan dari evolusi.
Moralitas pribadi adalah salah satu
ciri khas kepribadian yang tulen dan dasar. UB mengatakan ketika berbicara
tentang kepribadian (personality) : ".. It is characterized by
morality--awareness of relativity of relationship with other persons. It
discerns conduct levels and choosingly discriminates between them."
(1225:11). Itu adalah salah satu definisi moralitas yang lain.
Secara intuitif akal-pikiran kita
mengenali adanya tanggung-jawab moral (192:6).
Agama dan
Moralitas
Moralitas dan agama tidak harus sama
(1780:6). Perasaan pribadi akan moralitas, tidak selalu relijius. Ada perasaan
tanggung jawab yang bukan spiritual. Namun demikian moralitas ini berkaitan
erat dengan agama. Yesus berkata bahwa moralitas ajarannya tidak terpisahkan
dari agama kehidupannya. Dia mengajarkan tentang moralitas bukan dari sifat
manusia, tetapi dari hubungan manusia pada Allah (1585:6)
Moralitas orang akan dikenali
melalui tindakannya.
Perhatikan bahwa UB mementingkan
moralitas pribadi yang tertinggi, yaitu memilih untuk melakukan kehendak
Allah.
"Tindakan moral adalah
perbuatan manusia yang dicirikan oleh kecerdasan tertinggi, diarahkan oleh
pilihan akhir dan juga cara mencapainya. Perbuatan semacam itu baik. Maka
kebajikan tertinggi, adalah dengan sepenuh hati memilih untuk melakukan
kehendak Allah." (193:9)
"Pilihan moral tertinggi adalah
pilihan nilai tertinggi yang mungkin, dan selalu--dalam semua dunia, dalam
semuanya-- ini adalah memilih untuk melakukan kehendak Allah. Jika manusia
memilih demikian, agunglah dia, meskipun dia adalah warga terendah Yerusem
(ibukota sistem kita) atau manusia terkecil di Urantia (Bumi)." (435:7)
Moralitas internal adalah inti dari
pengembangan spiritual dari kepribadian dalam kehidupan sehari-hari.
Moralitas sosial, dimulai dan
dididik melalui keluarga (942:1). Celakanya, kehidupan keluarga sekarang ini
banyak yang dalam krisis. Jika ini dibiarkan, kita menghadapi bahaya kehancuran
moralitas.
Celakanya lagi, sekarang ini banyak
orang sering menganggap uang sebagai dasar dari moralitas sosial. Segala
sesuatu diukur dengan uang.
Oleh sebab itu, para administrator
Bumi dalam UB juga mengungkapkan adanya potensi bahaya kerusakan moralitas ini.
Bagaimanapun, semuanya bergantung kembali pada moralitas pribadi. Hanya
hukum moral di dalam manusia dapat menjadi basis untuk pilihan moral antara
baik dan buruk, pilihan yang mungkin bertentangan dengan berbagai kebiasaan
yang dianut dunia ini sekarang.
Namun demikian para penulis UB
menyadari bahwa manusia hidup dalam perjuangan antara sifat rohaniah dari Roh
yang didalam, melawan sifat jasmaniah manusia. Kita hidup ditengah konflik
antara kehendak Roh melawan keterbatasan sifat manusia kita. Roh Pilot
(Adjuster) kita mengalami berbagai kesulitan dalam upaya membuat kita lebih
bermoral dan spiritual. Baca keluhannya beikut ini :
MAKALAH PSIKOLOGI SOSIAL
MORALITAS
Disusun oleh :
SITI PAHRIYAH
4115101947
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
FAKULTAS PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN
PKN
2010
DAFTAR PUSTAKA
Etika Individual Pola
Dasar Filsafat Moral. Karangan Drs. H.Burhanuddin,Mm
Penerbit Rineka Cipta Isbn
: 979-518-761-9
Abin Syamsuddin, (2003),
Psikologi Pendidikan , Bandung, Pt. Remaja Rosda Karya.
Prayitno Dan Erman Anti,
(1995), Dasar-Dasar Bimbingan Dan
Konseling , Jakarta : P2LPTK Depdikbud
Prayitno (2003), Panduan
Bimbingan Dan Konseling, Jakarta : Depdikbud Direktorat Pendidikan Dasar Dan
Menengah.
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kami nikmat sehat dan
nikmat kelancaran kami untuk menyusun makalah yang telah menjadi tugas kami
dalam mata kuliah dasar-dasar ilmu ips.
Shalawat serta salam kami
curahkan kepada junjungan kami Nabi Muhammmad SAW. Yang telah memberikan tauladan yang baik dan
indah untuk kami mengikutinya.
Sehubungan dengan adanya
tugas yang diembankan kepada kami dalam mata kuliah PSIKOLOGI SOSIAL, saya akan membahas dan
menyajikan tentang moralitas.kami sadar makalah saya belumlah dapat dikatakan sempurna,
namun dengan ini kami hanya bisa menyajikan semampu saya dapat menyajikannya.Untuk
itu, sayasangat mengharapkan
masukan dan kritikan yang membangun untuk perbaikan makalah saya selanjutnya.
Dengan rampungnya makalah
ini,kami ucapkan syukur dan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
dan member saya
motivasi untuk perampungkan makalah saya ini,diantaranya;
1.Tuhan Yang Maha Esa
2. Pustakawan UNJ
3.Dosen mata kuliah PSIKOLOGI SOSIAL
Dengan ini saya ucapkan terima kasih.
Jakarta,30 mei 2011
PENUTUP
Moralitas atau kepribadian adalah hal
yang dapat kita usahakan,baik moral yang baik ataupun moral yang buruk.moral
kita ditentukan oleh beberapa factor diantaranya adalah bagaimana cara berfikir
kita, lingkunan,dan keluarga.Hal tersebutlah yang harus kita perhatikan jika
kita ingin maris kita baik.kita juga harus mempersiapkan moral kita dengan
matang karena moral tidak hanya ditentukan oleh apa yang sedang kita lakukan
tapi juga apa yang akan,sedang dan sudah kita lakukan(hokum ethika).
Seperti telah kita ungkit di atas,moralitas dapat
ditentukan oleh kondisi atau keadaan suatu masyarakat,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR……………………………………………………………………………………………..1
DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………2
PENDAHULUAN………………………………………………………………………………………………….3
PENGERTIAN MORALITAS…………………………………………………………………………………..4
TEORI-TEORI MORALITAS………………………………………………………………………………….5
MORALITAS SEBAGAI KATEGORI REALITAS ALAM SEMESTA……………………….......8
PENUTUP…………………………………………………………………………………………………………15
Tidak ada komentar:
Posting Komentar