Nama : Siti Pahriyah 4115101497
PPKN REG 2010
Kegiatan
politik Indonesia dianggap mencapai puncaknya ketika akhir tahun 1992 Indonesia
menjadi tuang rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Gerakan Non Blok (GNB) yang
ke-10. Secara khusus KTNB digunakan
sebagai sarana untuk meningkatkan persahabatan dan menggalan solidaritas
politik dengan negara-negara tertentu di Timur Tengah sesuai dengan kepentingan
diplomatik Indonesia.
Meredanya
ketegangan antara Blok Barat dan Blok Timur yang merupakan pemicu lahirnya GNB,
sebagai gerakan masyarakat dunia ke tiga dipandang tidak relevan dengan situasi
yang telah berubah. Hakikat politik nNon Blok justru terletak pada sifat
positifnyadengan mengurangi ketajaman perselisihan dan persaingan antara
blok-blok kekuatan dengan menawarkan alternatif pendekatan terhadap
penyelesaian berbagai masalah dunia.
Masalah
yang menghadang GNB adalah tantangan menghapuskan ketidakstabilan ekonomi
intrenasional. Selain itu tekanan internasional tetap menghantui hubungan
antara negara berkembang dengan negara maju.
Ada
dua jalan yang ditempuh GNB untuk memperjuangkan keadilan internasional di
bidang ekonomi dna politik. Pertama adalah usaha ke dalam, yaitu bahwa negara
masing-masing anggota GNB harus menciptakan sistem politik, ekonomi, sosial dan
ekonomi domestik yang adil dan stabil. Di samping itu, di kawasan mereka
masing-masing anggota GNB harus menciptakan kerja sama regional untuk
menghapuskan ketimpangan sesama mereka. Ke dua adalah usaha ke luar, yaitu GNB
harus mengingatkan dunia adanya keterkaitan yang sensitif antara
masalah-masalah politik, ekonomi, dan masalah militer dalam pendistribusian
yang tidak seimbang atas aset modal, kekuatan dan aset strategis antara negara
maju dan negara berkembang.
Program
aksi GNB dipusatkan pada perjuangan negara anggota untuk menentukan prioritas
pembangunan ekonomi nasional tanpa harus didikte oleh negara maju. Untuk itu,
GNB menempuh dua cara. Pertama, dari dalam yaituupaya anggota GNB untuk
memperbaiki kondisi domestik mereka melalui reformasi ekonomi, peningkatan
efesiensi dan membuka diri sehingga trejadi interaksi ekonomi dengan pihak
luar, misalnya menciptakan iklim yang sehat bagi masuknya investasi asing.
Kedua, anggota GNB harus lebih aktif menghidupkan kembali kerjasama
Selatan-Selatan untuk menyiasati sistem politik dan ekonomi global yang adil
yang menguntungkan negara berkembang. Ini berarti bahwa meningkatkan kerjasama
Selatan-Selatan merupakan prioritas kerja GNB dewasa ini.
Situasi
internasional yang ditandai dengan usainya perang dingin, lenyapnya berbagai
pakta militer, berlanjut upaya-upaya pelucutan senjata dan munculnya
regionalisme ekonomi di berbagai bagian dunia, seperti di Eropa, Asia Pasifik
dan Amerika Utara, mengisyaratkan bahwa persoalan ekonomi dewasa ini dan di
masa yang akan datang akan sangat penting dibandingkan dengan masalah-masalah
politik dan militer. Saling ketergantungan secara global tampak semakin nyata
dan titik beratnya adalah upaya meningkatkan kesejahteraan bangsa melalui
kerjasama ekonomi internasional.
Indonesia
pada pertemuan G-15 di Dakkar tahun 1992, menekankan pentingnya kerjasama
Selatan-Selatan. Komisi selatan dlam laporannya yang berjudul The challenge to the South tahun 1987
menyimpulkan bahwa berharap banyak dari hasil dialog Utara-Selatan adalah
sesuatu yang tidka relistis. Negara-negara selatan justru disarankan untuk
menggunakan kekuatan sendiri jika menginginkan kemajuan. Kesimpulan demikian
mendorong Indonesia dan anggota GNB lainnya mencari pola terbaik guna
meningkatkan kekuatan Selatan dan kerjasama antar mereka sendiri.
Dalam
tulisannya yang dimuat dalam jurnal World
Depelopment (1980), Mahbub Ul Haq mengatakan bahwa untuk mencapai hasil
yang baik dalam kerjasama Selatan-Selatan adalah perlu adnya restrukturalisasi
masyarakat internal negara berkembang itu sendiri, termasuk emansipasi
intelektual, pendidikan dan kesejahteraan masyarakat. Selain itu ia menyebut
perlunya dialog yang berkelanjutan melalui sekretariat permanen negara
berkembang. Ia juga mengatakan bahwa sebaiknya kerjasama Seklatan-Selatan ini
digalang dalam jumlah anggota yang terbatas adripada berbasis global.
Meskipun
tidak semua anggota sepakat, Kelompok Tingkat Tinggi untuk kerja sama dan
konsultasi Selatan-Selatan yang beranggotakan Indonesia, Malaysia, India,
Mesir, Senegal, Zimbabwe, Nigeria, Aljazair, Peru, Brazil, Meksiko, Argentina,
Venezuela dan bekas Yugoslavia akhirnya terbentuk ekyakinan bahwa pencetuk ide
pada waktu itu adalah kelompok ini akan lebih mampu mengkoordinasikan kerja
sama ekonomi di antara anggotanya dan mampu menjadi katalisator yang lebih
efektif dalam emnjembatani ketimpangan hubunagn Utara
Tidak ada komentar:
Posting Komentar