Halaman

Sabtu, 05 Januari 2013

Pembuatan Hukum


BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pembuatan hukum
Dalam menjalankan fungsinya sebagai pengatur kehidupan bersama manusia, hukum harus menjalani suatu proses panjang dan melibatkan berbagai aktivitas dengan kualitas yang berbeda-beda. Dlam garis besarnya akivitas tersebut berupa pembuatan hukum dna penegakan hukum. Yang dimaksud dengan pembuatan hukum disini adalah tidak lain pembuatan undang-undang. Pembuatan hukum merupakan awal dari bergulirnya proses pengaturan tersebut. Yang merupakan momentum yang memisahkan keadaan tanpa hukum dengan keadaan yang diatur oleh hukum yang merupakan pemisah antara dunia hukum dengan dunia sosial. Sejak saat kejadiaan dalam masyarakat pun mulai ditundukkan pada taatanan huku. Sebagaimana telah dibicarakan sebelumnya, tunduk pada tatanan hukum berarti tunduk pada penilaian hukum, ukuran hukum dan akibat-akibat hukum.
Kita berbicara tentang bahan dan struktur dalam rangka pembuatan hukum itu. Bahan di sini menunjuk kepada isi, sedangkan struktur menunjuk kepada perlengkapan organisatoris yang memungkinkan hukum itu dibuat.
1.      Bahan hukum
Bahan pembuatan hukum dimulai sebagai gagasan atau ide yang kemudin diproses lebih lanjut sehingga pada akhirnya benar-benar menjadi bahan yang siap untuk diberi sangsi hukum. Gaggasan ini muncul d masyarakat dalam bentuk keinginan agar suatu masalah yang diatur dalam hukum. Misalnya saja masyarakat menagnggap bahwa pencemaran dna kerusakan lingkungan sudah menjadi demikain gawat, sehingga negara perlu campur tangan dengan membuat hukum yang mengatur tentang masalah tersebut.
Pada dasarnya kita bisa membagi proses dalam pembuatan hukum ini ke daalm dua golongan taahp besar , yaitu tahap sosiopolitis dan tahap yuridis. Dalam tahap sosio politis, maka gagsan awal tadidioleh oleh masyarakat sendiri, dibicarakan, dikerikik, dipertahankan melalui pertukaran pendapat antara berbagai golongan dan kekuatan dalam masyarakat. Pada tahap ini, suatu gagasan mngalami ujian, apakah ia akan bisa terus digelindingkan ataukah berhenti di tengah jalan. Dalam kejadian terakhir itu, maka gagasan tersebut akan hilang dan tidak dipermasalahkan lagi oleh dan di dalam masyarakat.
Apabila gagasan tersebut berhasil, untuk menggelinding terus maka barang tentu bentuk serta isinya juga mengalami perubahan dibanding pada saat ia muncul. Perubahan itu menjadikan bentuk dan isi gagasan tersebut makin dipertajam.
Tahap berikutnya, atau tahap terakhir, adalah pemberian sanksi hukum terhada bahan tersebut. Tahap ini melibatkan kegiatan intelektual yang murni  bersifat yuridis, dan tentunya juga akan ditangani oleh tenaga-tenaga yang khusus berpendidikan hukum. Yang dimaksud dengan kegiatan murni yuridis disini, misalnya adalah perumusan dalam bahasa hukum, meneliti konteksnya dalam sistem hukum yang ada sehingga tidak menimbulkan gangguan sebagai satu kesatuan sistem, baik dalam konteks mengikuti tahap-tahap tersebut secara lengkap, tetapi dalam garis besarnya, pembuatan hukum itu bisa dirinci dalam tahap-tahap sebagai berikut :
a.       Tahap inisiasi : Muncul suatu gagasan dalam masyarakat
b.      Tahap sosio – politis : Pematangan dan Penajaman gagasan
c.       Tahap yuridis : Penyusunan bahan kedalam rumusan hukum dan kemudian di Undang-kan
2.      Struktur Pembuatan Hukum
Penciptaan atau pengadaan struktur disini menyangkut penyusunan suatu organisasi yang akan mengatur kelembagaan bagi pembuatan hukum. Pengorganisasian disini tidak hanya berupa pengadaan pelembagaan melainkan juga mekanisme kerja. Struktur serta oraganisasi pembuatan hukum di dunia dewasa ini didasarkan pada pembagian kekuasaan antara legislatif, eksekutuif, yudikatif. Filsafat yang mendasari pengorganisasian tersebut muncul bersama dengan kebangkitan individualisme dan Rechstaat di Eropa dan Dunia Barat. Dalam melindungi hak individu, pembagian kekuasaan antara lembaga-lembaga penyelenggara negara perlu diberlakukan, seperti pada ajaran Montesquieu yaitu Trias Politika.
Dari uraian diatas, diketahui, bahwa pengorganisasian pembuatan hukum tidak berdiri sendiri, melainkan merupakan bagian dari suatu penataan ketatanegaraan yang lebih luas. Dalam rangka penataan ketatanegaraan yang didasarkan pada filsafat pemisahan kekuasaan itulah pembuatan hukum dijalankan. Denagn memisahkannya dari aktivitas kenegaraan yang lain, maka pembuatan hukum selalu bisa berjalan sebagai proses yang eksklusif, artinya dipercayakan kepada suatu badan yang berdiri sendiri dan hanya melakukan satu kewenangan saja, yaitu membuat hukum. Kekuasaan dan kewenangan badan-badan yudikatif serta eksekutif juga tidak boleh mencampuri badan pembuat hukum. Kendati demikian kita tidak menemukan suatu praktek pengorganisasian yang mutlak sama pada negara di dunia. Misalnya pada beberapa negara Eropapengadilan menjalankan kekuasaan yang oleh Dunia dianggap memasuki kewenangan eksekutif. Sekalipun gagasan tersebut dituliskan lebih dari dua ratus tahun yang lalu, namun masih aktif juga disini. Intisari pendapatnya mengenai bagaimana seharusnya hukum itu dibuat adalah sebagai berikut (Allen 1964 : 467-468)
1.      Gaya hendaknya dan sederhana
2.      Istilah-istilah yang dipilih , hendaknya sedapat mungkin bersifat mutlak dan tidak relatif.
3.      Hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang aktual.
4.      Hendaknya jangan rumit
5.      Janganlah masalah pokok yang dikemukakan dikaburkan oleh penggunaan pengecualaian.
6.      Jangan berupa penalaran (argumentatif)
7.      Diatas semua itu isinya hendaknya dipikirkan secara masak terlebih dahulu.
B.     Perubahan Hukum
Sinzheimer
Teori Sinzheimer, Ada beberapa makna yang dapat diberikan mengenai pengertian perubahan hukum, antara lain perubahan hukum dalam bentuk pemberian isi konkret terhadap kaidah hukum yang abstrak. Teori ini lebih lanjut dikembangkan Karl Renner.
Karl Renner
Konsep hukum dari masyarakat pra-kapitalisme, tanpa mengalami perubahan secara formal, masih dapat menyesuaikan diri pada masyarakat kapitalisme.
Misalnya Ketika Renner membahas tentang konsep kepemilikan. Semejak dulu penguasaan atas objek pemilikan itu si pemilik hanya memiliki hubungan pada objek pemilikan yaitu benda, namun dalam perkembangannya ke arah kapitalisme telah mengubah secara de facto hubungan tersebut. Bukti perubahan itu misalnya, banyaknya arus perundang-undangan yang mengalihkan barang milik menjadi barang umum, dengan demikian, makna abstrak dari hak milik, yg sementara itu rumusannya tetap saja, telah berubah isinya diakibatkan bergesernya hubungan-hubungan yg diatur oleh kaidah itu menjadi bersifat publik.
Max Weber
Perkembangan hukum itu melalui 4 tahapan, yaitu:
1.      Pengadaan hukum melalui pewahyuan (revelation) scr kharismatik (law prophets), (ini sangat berbeda dgn pakar yang mendasarkan pembuatan hukum dari kaidah yg ada sebelumnya)
2.      Penciptaan dan penemuan hukum secara empiris oleh para legal honoratiores”.
3.      Pembenahan (imposition) hukum oleh kekuatan-kekuatan sekuler atau teokratis, bersifat “secular theocratic
4.      Hukum digarap secara sistematis dan dilakukan secara profesional olh yang memeperoleh pdd formal hukum.
Friedman
Ada 3 unsur hukum yang berubah:
1.      Struktur Hukum
Pola yang menunjukkan tentang bagaimana hukum itu dijalankan menurut ketentuan-ketentuan formalnya, struktur ini menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat hukum dan lain-lain badan serta proses hukum itu  berjalan dan dijalankan.
2.      Substansi Hukum
Adalah peraturan-peraturan yang dipakai oleh para pelaku hukum pada waktu melaksanakan perbuatan-perbuatan serta hubungan-hubungan hukum.
Contoh: pada saat pedagang melaksanakan perjanjian antar sesamanya, pd saat itu ia mendasarkan hubungannya pada peraturan perdagangan, dan inilah yang disebut dengan substansi hukum.
3.      Kultur hukum
adalah penamaan untuk unsur tuntutan atau permintaan. Tuntutan tersebut datangnya dari rakyat atau para pemakai jasa hukum, seperti pengadilan.
Contoh : Jika seorang kreditur menghadapi kredit macet, maka ia dapat menempuh berbagi alternatif:
- kekeluargaan  
- jasa tukang pukul
- arbitrase
- melimpahkan ke pengadilan.
C. Hukum Berhadapan dengan Perubahan
Antara sistem hukum dengan lingkungannya terdapat hubungan yang erat, yaitu hubungan interaksi atau saling tukar-menukar antara keduanya. Hal ini berarti, bahwa sealin hukum merupakan suatu institusi normatif yang memberikan pengaruhnya trehadap lingkungannya. Ia juga menerima pengaruh serta dampak dari lingkungannya tersebut. Salah satu masalah penting yang dihadapi oleh setiap sistem adalah bagaimana bisa mempertahankan hidup di tengah-tengah tarikan perubahan-perubahan. Yang mampu bertahan dnegan perubahan adalah yang mampu mempertahankan eksistensinya.
Masyasrakat senantiasa berubah, tidak ada yang statis. , sifat perubahan berbeda-beda, diantaranya : 1) perubahan yang lanmbat, yang internal, bertambah sedikit demi sedikit, 2) perubahan dalam skala besar, revolusioner.masing-masing perubahan tersbut melontarkan persoalan-persoalannya masing-masing., sedangkan hukum juga harus menemukan cara yang berbeda pula untuk melakukan adaptasi terhadap perubahan tersebut.
perubahan hukum merupakan masalah penting kara dewasa ini hukum umumnya bersifat tertulis, memaang kepastian hukum lebih terjamin namun ongkos yang dibayanya pun cukup mahal, yaitu kesulitan beradaptasi dengan lingkungan sekitar yang mengalami perubahan yang begitu cepat (Raharjo, 197956-69). Perubahan hukum pada dasarnya dimulai dari adanya kesenjangaan antara hukum dan perubahan masyarakat.  Menurut Renner perubhan hukum di Jerman pada awalnya berlangsng secar diam-diam tanap membuat peraturan dan sistem hukum baru., perubahan itu juga memalui proses adaptasi sosial. Salah satu perkembangan dalam masyarakat yang menuntuk suatu adaptasi khusus dari pihak hukum adalah di bidang kedokteran dan dan teknologi modern.
Aspek-aspek Pengubah Hukum
1. Aspek politik
2. Aspek budaya
3. Aspek ekonomi
4. Tren global
5. IPTEK
Dengan mengutip istilah dalam ilmu teknik, perbaharuan materi hukum harus untuk mengubah masyarakat disebut sosial engineering by law,langkah yang diambil bersifat sistematis, dimulai dari identifikasi problem sampai pada pemecahannya, yaitu :
1.      Mengenal problem sebaik-baiknya. Termasuk di dalmnya mngenal masyarakat yang hendak menjadi sasaran dari penggarapan tersebut.
2.      Memahami nilai-nilai yang ada di amsyarakat. Dalam hal sosial enginering ini hendak diterapkan pada masyarakat dengan sektor-sektor kehidupan majemuk, seperti tradisinal, modern, dan perencanaan. Pada tahap ini ditentukan nilai-nilai dari sektor-sektor yang mana yang dipilih.
3.      Membuat hipotesa dan memilih mana yang paling layak untuk bisa dilaksanakan.
4.      Mengikuti jalannya penerapan hukum dan mengukur efek-efeknya.
Kalau diperhatikan maka penggunaan hukum untuk melakukan perubahan dalam masyarakat berhubungan erat dengan konsep penyelenggaraan kehidupan sosial-ekonomi dalam masyarakat. Apabila orang berpendapat bahwa proses sosial ekonomi itu hendaknya dibiarkan berjalan menurut hukum kemasyarakatan sendiri, maka hukum itu akan digunakan sebagai instrumen perubahan. Sebalinya, apabila konsepnya justru merupakan kebalikan maka peranan hukum menjadi penting untuk membangun masyarakat. Oleh karena itu peranan hukum yang demikian itu berkaitan erat dengan proses perkembangan masyarakat yang berdasarkan pada perencanaan. Perecanaan membuat pilihan-pilihan yang dilakukan secara sadar tentang jalan yang mana dan cara yang bagaimana yang akan ditempuh oleh masyarakat untuk mencapai tujuan-tujuannya. Apabial pilihan telah ditentukan, maka pilihan inilah yang akan diwujudkan di dalam hukum.

BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Antara sistem hukum dengan lingkungannya terdapat hubungan yang erat, yaitu hubungan interaksi atau saling tukar-menukar antara keduanya. Hal ini berarti, bahwa sealin hukum merupakan suatu institusi normatif yang memberikan pengaruhnya trehadap lingkungannya. Ia juga menerima pengaruh serta dampak dari lingkungannya tersebut. Salah satu masalah penting yang dihadapi oleh setiap sistem adalah bagaimana bisa mempertahankan hidup di tengah-tengah tarikan perubahan-perubahan. Ynag mampu bertahan dnegan perubahan adalah yang mampu mempertahankan eksistensinya. hukum untuk melakukan perubahan dalam masyarakat berhubungan erat dengan konsep penyelenggaraan kehidupan sosial-ekonomi dalam masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Rahardjo, Satjipto, Ilmu Hukum, Bandung : PT. Citra Aditya bahkti,  2000.
Daliyo, J.B, Pengantar Hukum Indonesia, Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 1995.



























Tidak ada komentar:

Posting Komentar