PENGANTAR
HUKUM INDONESIA
HUKUM
KETENAGAKERJAAN
Disusun
oleh :
Bagus
Prasetyo
Dina
Mariana Sim
Dwi
Amaliyatul Mahmudah
Jafar
Shodiq Shahrudin
Siti
Pahriyah
PKN Reguler 2010
JURUSAN ILMU
SOSIAL POLITIK
FAKULTAS ILMU
SOSIAL
UNIVERSITAS
NEGERI JAKARTA
2011
KATA
PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami
panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyusun makalah ini. Makalah ini membahas permasalahan pada Hukum
Ketenagakerjaan yang kami tekankan pada pengertian, landasan,
asas, tujuan, hubungan kerja, hubungan industrial, waktu kerja, dan sebagainya.
Ucapan
terima kasih kami sampaikan kepada Ibu…..selaku dosen mata kuliah ini atas
bimbingannya.
Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna sebagai
pembelajaran bagi kita, khususnya pengetahuan
mengenai hukum ketenagakerjaan. Apabila terdapat kekurangan dalam
makalah ini, saran dan kritik yang membangun sangat diharapkan.
Jakarta, Maret 2011
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI ii
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. x
1.1. Latar belakang.................................................................................. x
2.2. Maksud dan tujuan........................................................................... x
3.3. Permasalahan.................................................................................... x
BAB II PEMBAHASAN.................................................................................... x
2.1. Pengertian ........................................................................................ x
2.2. Landasan, asas, dan
tujuan............................................................... x
2.3. Hubungan Kerja............................................................................... x
2.4. Hubungan Industrial......................................................................... x
2.5. Arbitrase dan
Mediasi...................................................................... x
2.6. Mogok Kerja dan PHK.................................................................... x
2.7. Anak dan Orang Muda..................................................................... x
2.8. Waktu Kerja..................................................................................... `x
2.9. Peraturan Perundang-undangan
yang Masih Tetap Berlaku............ x
BAB III PENUTUP............................................................................................. x
3.4.Kesimpulan........................................................................................ x
3.5.
Saran................................................................................................. x
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................... x
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Asal muala
adanaya Hk. Ketanagakerjaan di Indonesia terdiri dari beberapa fase jika kita
lihat pada abad 120 sm . ketika bangsa Indonesia ini mulai ada sudah dikenal
adanya system gotong royong , antara anggota masyarakat . dimana gotong royong
merupakan suatu system pengerahan tenaga kerja tambahan dari luar kalangan
keluarga yang dimaksudkan untuk mengisi kekurangan tenaga, pada masa sibuk
dengan tidak mengenal suatu balas jasa dalam bentuk materi . sifat gotong
royong ini memiliki nilai luhur dan diyakini membawa kemaslahatan karena
berintikan kebaikan , kebijakan, dan hikmah bagi semua orang gotong royong ini
nantinya menjadi sumber terbentuknya hokum ketanaga kerjaan adat . dimana
walaupun peraturannya tidak secara tertulis , namun hokum ketenagakerjaan adat
ini merupakan identitas bangsa yang mencerminkan kepribadian bangsa Indonesia
dan merupakan penjelmaan dari jiwa bantgsa Indonesia dari abad kea bad
Setelah
memasuki abad masehi , ketika sudah mulai berdiri suatu kerajaan di Indonesia
hubungan kerja berdasarkan perbudakan , seperi saat jaman kerajaan hindia
belanda pada zaman ini terdapat suatu system pengkastaan . antara lain :
brahmana, ksatria, waisya, sudra, dan paria , dimana kasta sudra merupakan
kasta paling rendah golongan sudra & paria ini menjadi budakdari kasta
brahmana , ksatria , dan waisya mereka hanya menjalankan kewajiban sedangkan
hak-haknya dikuasai oleh para majikan
Sama halnya
dengan islam walaupun tidak secara tegas adanya system pengangkatan namun
sebenarnya sama saja . pada masa ini kaum bangsawan (raden ) memiliki hak penuh
atas para tukang nya . nilai-nilai keislaman tidak dapat dilaksanakan
sepenuhnya karena terhalang oleh didnding budaya bangsa yang sudah berlaku 6
abad –abad sebelumnya
Pada saat
masa pendudukan hindia belanda di Indonesia kasus perbudakan semakin meningkat
perlakuan terhadap budak sangat keji & tidak berprikemanusiaan .
satu-satunya penyelsaiannya adalah mendudukan para budak pada kedudukan manusia
merdeka. Baik sosiologis maupun yuridis dan ekonomis
Tindakan
belanda dalam mengatasi kasus perbudakan ini dengan mengeluarkan staatblad 1817
no. 42 yang berisikan larangan untuk memasukan budak-budak ke pulau jawa .
kemudian thn. 1818 di tetapkan pada suatu UUD HB (regeling reglement) 1818
berdasarkan pasal 115 RR menetapkan bahwa paling lambat pada tanggal 1-06-1960
perbudakan dihapuskan
Selain kasus
hindia belanda mengenai perbudakan yang keji dikenal juga istilah rodi yang
pada dasarnya sama saja . rodi adalah kerja paksa mula-mula merupakan gotong
royong oleh semua penduduk suatu desa-desa suku tertentu . namun hal tersebut
di manfaatkan oleh penjajah menjadi suatu kerja paksa untuk kepentingan
pemerintah hindia belanda dan pembesar-pembesarnya.
1.2.Maksud
dan Tujuan
Maksud dan
tujuan dari pembuatan makalah ini adalah agar kami dapat mengerti dan memahi
apa itu ketenagakerjaan, hubungan ketenagakerjaan, perjanjia, dll. Sebagai
pengetahuan kami dan dapat menjadi pegangan pemahan kami jika kami telah
bekerja.
1.3.Ruang lingkup
Ruang lingkup ketenagakerjaan
meliputi : pra kerja, masa dalam hubungan kerja, masa purna kerja ( post
employment), PHK, arbitrase dan
mediasi, anak dan orang muda, waktu kerja undang-undang yang masih
berlaku,hubungan industrial, dll.
Jangkauan hokum ketenagakerjaan
lebih luas bila dibandingkan dengan hokum perdata sebagaimana di atur dalam
buku III title 7A yang lebih menitik beratkan pada aktivitas tenaga kerja dalam
hubungan kerja,
PEMBAHASAN
2.1.
Pengertian
Hukum
ketenagakerjaan merupakan hukum tertulis yang sebagiannya telah dikodifikasikan
dalam kitab UU Hukum Sipil dan bagian terbesar belum dikodifikasikan dan
tersebar dalam berbagai peraturan perundangan, disamping masih banyak ketentuan
yang tak tertulis.
Berkenaan
dengan Hukum Ketenagakerjaan terdapat banyak perumusan dari beberapa ahli yang
berlainan, diantaranya :
·
Mr. Molenaar
“Suatu
bagian dari hukum yang berlaku yang pada pokoknya mengatur hubungan antara
buruh dengan majikan, antara buruh dengan buruh, dan antara buruh dengan
penguasa”
·
Prof. Iman Soepomo SH
“Suatu
himpunan peraturan, baik tertulis maupun
tidak, yang berkenaan dengan suatu kejadian dimana seseorang bekerja pada orang
lain dengan menerima upah”
·
Mr. Mok
“Hukum
yang berkenaan dengan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain dan
dengan keadaan penghidupan yang yang langsung bergandengan dengan pekerjaan
itu”
Dari
perumusan diatas dapat disimpulkan bahwa Hukum Ketenagakerjaan mempunyai unsur -
unsur berikut :
a. Serangkaian
peraturan tertulis dan tidak tertulis
b. Peraturan
itu mengenai suatu kejadian
c. Adanya
orang yang bekerja pada orang lain
d. Adanya
tegareprestasi yang berupa upah
2.2.
Landasan, Asas, dan Tujuan
Landasan, asas-asas dan tujuan
hukum ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 2-4 Undang-undang No 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan yakni berbunyi :Pasal 2 “Pembangunan ketenagakerjaan
berlandasan Pancasila dan Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pembangunan
ketanagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan dengan melalui koordinasi
fungsional lintas sektoral pusat dan daerah artinya asas pembangunan
ketanagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan nasional khususnya
asas demokrasi pancasila serta asas adil dan merata.
Sedangkan
untuk tujuan hukum ketenagakerjaan diatur dalam Pasal 4 Undang-undang No 13
Tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan yang berbunyi : Pembangunan ketenagakerjaan
bertujuan :
a. memberdayakan
dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi;
b. mewujudkan
pemerataan kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan
kebutuhan pembangunan nasional dan daerah;
c. memberikan
perlindungan kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan; dan
d. meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Pembangunan ketanagakerjaan diselenggarakan atas
asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan
daerah artinya asas pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan
asas pembangunan nasional khususnya asas Demokrasi Pancasila serta asas adil
dan merata.
2.3.
Hubungan Kerja
Pasal
1 angka 15 UU no.13 th. 2003 disebutkan bahwa :
“Hubungan
kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja atau buruh berdasarkan
perjanjian kerja yang mempunyai unsur - unsur pekerjaan , upah dan perintah”
Hubungan kerja adalah suatu hubungan pengusaha dan pekerja yang timbul dari
perjanjian kerja yang diadakan untuk waktu tertentu namun waktu yang tidak
tertentu. Hubungan kerja menggambarkan kedudukan
kedua pihak tersebut yang pada dasarnya menunjukkan hak-hak dan
kewajiban-kewajiban buruh terhadap majikan serta hak-hak dan
kewajiban-kewajiban majikan terhadap buruh. Hubungan kerja terjadi setelah
adanya perjanjian kerja antara buruh dan majikan, yaitu suatu perjanjian dimana
pihak kesatu, buruh, mengikatkan diri untuk bekerja dengan menerima upah pada
pihak lainnnya, majikan, yang mengikatkan diri untuk mempekerjakan buruh itu
dengan membayar upah. Jadi dalam pemutusan hubungan kerja yang terputus adalah
hubungan kerjanya. Dengan kata lain suatu hubungan antara seorang buruh dengan
seorang majikan menjadi putus, sehingga kedudukan kedua pihak tersebut yang
pada dasarnya menunjukkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban akan terputus pula.
2.4.
Arbitrase dan Mediasi
Arbitrasi dan mediasi ditempuh
apabila terjadi ketidak sepahaman di dalam hubungan kerja antar pemilik modal
(dalam hal ini majikan ) dan pekerja. Arbitrase merupakan merupakan salah satu bentuk lain proses penyelesaian perkara atau sengketa diluar Peradilan. Oleh
sebab itu dapat dipahami jika arbitrase dalam beberapa hal sama-sama mempunyai
keuntungan dan kelemahan, selain itu proses penyelesaian melalui Arbitrase lebih
memberikan kebebasan, alternative penyelesaian, otonomi dan kerahasiaan kepada
para pihak.
Penyelesaian melalui Arbitrase memilki beberapa keunggulan
jika dibandingkan dengan proses penyelesaian melalui Peradilan, seperti
beberapa hal berikut ini :
1.
para pihak
di dalam arbitrase dapat memilih hakim yang diinginkan, sehingga dipandang
dapat menjamin netralitas dan keahlian yang diperlukan dalam menyelesaikan
sengketa.
2.
para pihak
juga dapat menetapkan hukum yang mana yang akan diaplikasikan dalam pemeriksaan
sengketa, dan melalui hal ini dapat ditekan rasa takut, was-was dan
ketidakyakinan mengenai hukum substantive dari negara.
3.
kerahasiaan
dalam proses penyelesaian melalui arbitrase akan melindungi para pihak dari
pengungkapan kepada umum mengenai segala sesuatu hal yang dapat merugikan.
Selain itu proses penyelesaian arbitrase seringkali dipandang sebagai
penyelesaian sengketa yang lebih efisien dalam biaya maupun waktu pelaksanaannya,
jika dibandingkan penyelesaian melalui Peradilan Umum.
4.
arbiter
pada umumnya memiliki kearifan dalam memeriksa sengketa, menyelesaikan dan
menerapkan prinsip hukum serta pertimbangan-pertimbangan hokum
5.
penyelesaian
melalui arbitrase dipandang lebih cepat jika penyelesaian sengketa melalui
Peradilan umum, karena penyelesaian melalui Arbitrase di berikan batas waktu
paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari sejak Arbitrase terbentuk.
Pelaksanaan Arbitrase harus didasari pada kesepakatan dari
para pihak dalam bentuk tertulis, untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi
dalam realisasi suatu Perjanjian. Kesepakatan tersebut dapat diatur dalam dan
merupakan suatu klausula dalam Perjanjian, atupun dibuat sendiri oleh para
pihak setelah sengketa terjadi.
Putusan Arbitrase bersifat final dan mempunyai kekuatan
hukum tetap dan mengikat para pihak, sekalipun Putusan tersebut tidak
dtandatangani oleh seorang Arbiter. Sedangkan Putusan Arbitrase internasional
harus didaftarkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan menyertakan
Putusan otentik dan naskah terjemahan resmi dalam bahasa Indonesia.
Mediasi, yaitu penghentian pertikaian oleh pihak ketiga tetapi
tidak diberikan keputusan yang mengikat. Contoh : PBB membantu menyelesaikan perselisihan antara Indonesia dengan Malaysia.
2.5.
Mogok Kerja dan PHK
Mogok kerja atau pemogokan adalah peristiwa di mana
sejumlah besar karyawan perusahaan berhenti bekerja sebagai bentuk protes. Jika
tidak tercapai persetujuan antara mereka dengan majikan mereka, maka mogok
kerja dapat terus berlangsung hingga tuntutan para karyawan terpenuhi atau
setidaknya tercapai sebuah kesepakatan.
Pemogokan kadang digunakan pula untuk menekan pemerintah untuk mengganti suatu kebijakan. Kadang, pemogokan dapat mengguncang stabilitas kekuasaan partai politik tertentu. Suatu contoh terkemuka adalah….
Pemogokan kadang digunakan pula untuk menekan pemerintah untuk mengganti suatu kebijakan. Kadang, pemogokan dapat mengguncang stabilitas kekuasaan partai politik tertentu. Suatu contoh terkemuka adalah….
Mogok kerja dapat mengakibatkan kerugian yang besar
terutama jika dilakukan oleh karyawan yang bekerja dalam industri yang
berpengaruh besar pada masyarakat, seperti perdagangan atau pelayanan publik.
Walaupun demikian, dalam UU Tenaga Kerja di banyak negara, termasuk Indonesia,
mogok kerja merupakan hak setiap karyawan.
PHK adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja dan
pengusaha. Apabila kita mendengar istilah PHK, yang biasa terlintas adalah
pemecatan sepihak oleh pihak pengusaha karena kesalahan pekerja. Karenanya,
selama ini singkatan ini memiliki konotasi negatif. Padahal, kalau kita tilik
definisi di atas yang diambil dari UU No. 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,
dijelaskan PHK dapat terjadi karena bermacam sebab. Intinya tidak persis sama
dengan pengertian dipecat.
Menurut pasal 1 butir 25 UU No.13 Tahun 2003 PHK adalah Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Menurut pasal 1 butir 25 UU No.13 Tahun 2003 PHK adalah Pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
2.8.
Waktu Kerja
Pasal
1
Dalam
Keputusan Menteri ini yang dimaksud dengan :
1. Waktu
kerja lembur adalah waktu kerja yang melebihi 7 (tujuh) jam sehari dan 40
(empat
puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6 (enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu
atau 8
(delapan) jam sehari, dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima)
harikerja
dalam 1 (satu) minggu atau waktu kerja pada hari istirahat mingguan dan
atau pada
hari libur resmi yang ditetapkan Pemerintah.
2.9. Peraturan Perundang-undangan yang
Masih Tetap Berlaku
Pasal 1 angka 15 UU no.13 th. 2003 tentang hubungan ketenagakerjaanPasal 1313 KUHPerdata tentang perjanjian kerja
UU no.13 thn. 2003 tentang perjanjian yang harus jelas
BAB
III
PENUTUP
3.1.
Kesimpulan
Undang-undang
No 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan merupakan landasan yuridus bagi setiap
pekerja di Indonesia, tidak memandang bulu, baik yang bekerja diperusahaan
besar atau perusahaan kecil, sekalipun pekerjaan yang berskala rumahan.
Pekerja
harian / lepas adalah sebuah komponen ekonomi kemasyarakatan, yakni penggerak
sebuah roda ekonomi bangsa, untuk itu menjadi kewajiban pemerintah untuk
memberikan perlindungan terhadap pekerja dengan sistem semacam ini.
Dengan
diberlakukannya KepMen No 100 Tahun 2004 tentang ketentuan pelaksanaan
perjanjian waktu tertentu memberikan kebebasan kepada pengusaha / perusahaan
untuk memberlakukan sistem kerja seperti
ini. Disisi lain juga pekerja harian lepas harus memiliki jaminan akan
pekerjaannya kelak agar tidak terjadi kesewenangan terhadap pekerja, karena
italah fungsi dan tugas dari pemerintah sebagai penyelenggara pemerintahan.
Tidak
adanya perlindungan kerja yang tetap sehingga memberikan keleluasaan kepada
majikan / perusahaan melakukan sesuatu sesuka hatinya kepada pekerja harian /
lepas.
3.2.
Saran
Sesuai
dengan ketentuang perundang-undangan undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang
ketenagakerjaan mengingatkan kita akan haknya pekerja, yang sesuia dituangkan
di dalam undang-undnag tersebut.
Mengingat
hukum itu bersifat dinamis, sehingga mengharuskan kita untuk selalu
meperbaharui hukum tersebut, Undang-Undang No 13 tahun 2003 Tentang ketenagakerjaan
sudah tidak sesuai lagi dengan dinamika masyarakat. Untuk itu diharapka
diadakannya perubahan terhadap undang-undang tersebut.
Hak
dari pekerja mendapatkan hak yang semestinya didalam undang-undang ini tidak
diatur secara terperinci. Didalamnya, untuk itu diharapkan kedepannya didalam
memperbaiki sistem dari perangkat hukum yang memadai khususnya untuk
ketenagakerjaan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar