Halaman

Kamis, 04 Oktober 2012

laporan observasi Baduy


HASIL OBSERVASI MASYARAKAT BADUY

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH KAJIAN MASYARAKAT INDONESIA
Disusun oleh :
*  Bagus Prasetyo
*  Gita Sonia
*  Sariossa Indri
*  Siti Pahriyah


PKN Reguler 2010

JURUSAN ILMU SOSIAL POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI JAKARTA
2011



KATA PENGANTAR

            Puji syukur senantiasa kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat menyusun makalah ini. Makalah iniadalah hasil observasi kami secara langsung pada mayarakat baduy tentang sistem pemerintahannya yang masih tradisional yang menurut adat nenek moyang mereka, observasi kami lakukan di Kampung Baduy selama tiga hari dua malam.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada IbuYasnita dan pak Tjipto selaku dosen mata kuliah Kajian Masyarakat indonesia ini atas bimbingannya. Semoga makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dan bermakna sebagai pembelajaran bagi kita, khususnya pengetahuan  mengenai yang masih memegang teguh tradisi kepercayaaan leluhur mereka. Apabila terdapat kekurangan dalam makalah ini, saran dan kritik yang membangun sangat  diharapkan.


Jakarta, 05 Mei 2011-















DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR..................................................................................................            i
DAFTAR ISI                                                                                                                             ii
BAB I             PENDAHULUAN.................................................................................           x
1.1. Latar belakang..................................................................................           x
2.2. Maksud dan tujuan...........................................................................           x
3.3. Permasalahan....................................................................................           x
BAB II            PEMBAHASAN....................................................................................           x
                        3.1. Asal Usul Pemerintahan Baduy.........................................................         
                        3.2  Struktur Pemerintahan Baduy..........................................................
                       
BAB III          PENUTUP.............................................................................................           x
3.4.Kesimpulan........................................................................................           x
3.5. Saran.................................................................................................           x
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................           x


PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Masyarakat Baduy tinggal diwilayah Desa Kanekes , Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Luas wilayahnya 5103,8 ha yang terdiri atas 200 ha hutan dan sisanya di gunakan untuk pemukiman masyarakat baduy. Penduduknya terdiri dari 11.183 jiwa yang tersebar di 10 kampung yang terdiri dari 3 kampung baduy dalam dan 7 kampung baduy dalam.
Menurut kepercayaan mereka rumah pada masyarakat baduy harus menghadap kearah utara dan selatan. Rumahnya harus terbuat dari bambu dan anyaman dan tidak boleh menggunakan paku ( menurut adat). Di rumah adat tediri dari dapur ( yang di gunakan untuk memasak dan makan-makan keluarga), ada ruangan besar, dan teras. Mereka tidur menggunakan tikar namun ada juga yang sudah menggunakan kasur.
Untuk pakaian, pada baduy dalam dan baduy luar mempunyai perbedaan. Untuk baduy luar mereka mengenakan pakaian yang berwarna hitam, putih, dan biru. Dan bagi pria mereka banyak yang menggunakan ikat kepala berwarna biru yang bercorak batik, bahan dasarnya pun bebas dan model baju merekapun bebas, itu bukti bahwa mereka sudah sedikit terpengaruh oleh budaya luar. Sedangkan bagi para wanita mereka mengenakan kain panjang dari tumit sampai dada yang berwarna biru kehitam-hitaman.
Untuk baduy dalam mereka menggunakan warna hitam dan putih. Bagi pria mereka menggunakan baju lengan panjang yang bahan dasarnya harus terbuat dari  kapas asli dan harus di jahit tangan ( tidak seperti baduy luar yang sudah bebas).  Dan memakai ikat kepala berwarna putih untuk menutupi kepala mereka. Untuk wanitanya tidak berbada jauh dengan baduy luar, yang berbeda hanyalah bahan dasarnya.
Sejak tahun 1990-an Pemerintah Kabupaten Lebak menetapkan Baduy sebagai obyek wisata. Sejak saat itu banyak para wisatawan yang berdatangan ke baduy untuk tujuan yang berbeda-beda salah satunya adalah penelitian. Penetapan Baduy sebagai obyek wisata terlihat dalam Peraturan Daerah tentang Retribusi Kawasan Wisata yang dibuat tahun 1992. Baduy termasuk dalam tujuh tempat wisata di Lebak yang "dikomersilkan". Dengan kata lain, pemkab membebankan ongkos retribusi kepada para wisatawan. Tarif masuk ke Baduy tergolong murah. Hanya dengan Rp 3.000 dan Rp 5.000, wisatawan domestik dan mancanegara dapat memasuki kawasan Baduy.
Sementara untuk pelajar, pemkab menetapkan tarif Rp 500 per orang.
Awalnya, retribusi ditangani langsung oleh Pemkab Lebak, tetapi pada tahun 2006 dilimpahkan kepada pemerintah Desa Kanekes. Pemkab menargetkan pendapatan dari retribusi Baduy mencapai Rp 8 juta selama satu tahun. Awalnya masyarakat baduy merasa keberatan dengan hal itu karena mereka merasa di jadikan tontonan saja tanpa ada orang yang menyapa mereka dan resah dengan sikap wisatawan yang besikap gaduh juga dengan para tour guide yang datang tiba-tiba. Tapi sebenarnya hal itu berdampak positif bagi orang baduy karena warga Baduy. Perempuan Baduy bisa menjual kain tenun khas Baduy kepada wisatawan. Selain itu, terkadang warga juga mendapat uang "sewa" rumah dari para tamu meski besarnya hanya kisaran puluhan ribu rupiah.



1.2. Maksud dan tujuan
Maksud dan tujuan observasi kami ke masyarakat yang masih asli kesukuannya dalam hal ini masyarakat Baduy adalah agar kami mengetahui bagaimana masyarakat  yang masih primitif atau masih asli itu menerapkan sistem pemerintahannya dalam kehidupan sehari-harinya, serta siapa saja perangkat  pemerintahannya, dan segala hal yang mengenainya .
1.3. Permasalahan
Ø  Bagaimana Asal mula sistem pemerintahan Baduy ?
Ø  Sistem pemerintaha yang seperti apa yang digunakan oleh masyarakat Baduy ?
Ø  Bagaimana Struktur pemerintahan Baduy ?
Ø  Sankki apaka jika sistem pemerintahan seperti itu tidak dijalankan ?
Ø  Bagaima dukungan pemerintahan pusat / propinsi / kabupaten terhadap sistem ini ?
Ø  Apa manfaatnya jika warga menerapkan sistem ini ?
Ø  Apa yang diharapkan terhadap sistem ini ?

BAB III
PEMBAHASAN
3.1.Asal Mula Pemerintahan Suku Baduy
Untuk mengetahui asal mula pemimpin dan pamarentahan Baduy dapat ditelusuri dari folklor yang hidup di tiga daerah tangtu yang berkaitan dengan manusia pertama yang turun ke dunia. Tempat mula menurunkan para Batara sebutan lain untuk para leluhur mereka, adalah di Sasaka Domas yang setelah menurunkan para Batara kemudian turun para daleum, peristiwa itu mereka menyebutkan sebagaimana dikehendaki oleh nu ngersakeun. Karena itu, tempat tersebut merupakan pusat dunia (Pancer Bumi) dan tempat suci dari suatu awal kelahiran manusia serta Mandala Sunda.
Batara Patanjala merupakan anak laki-laki kedua dari Batara Tunggal yang mempunyai 7 orang anak, 6 orang laki-laki dan seorang perempuan. Mereka itulah oleh Orang Baduy dikenal sebagai nenek moyang Orang Tangtu. Ketujuh anak Batara Pantajala, ialah daleum Janggala, daleum Lagondi, daleum Putih Seda, daleum Cinangka, daleum Sorana, Nini Hujung Galuh, dan Batara Bungsu.
Daleum Janggala menurunkan puun Cikeusik, daleum Langondi menurunkan Puun Cikertawana. Dan daleum Seda Hurip penurunkan puun Cibeo. Sedangkan daleum Cinangka menurunkan para girang seurat, daleum Sorana, menurunkan para kokolot dan Nini Hujung Galuh menurunkan para jaro dangka.
Dalam perkembangannya kemudian, setelah semua batara dan daleum menghilang, maka tinggal para puun yang meneruskan kehadiran manusia di dunia. Itu maknanya, bahwa dari mulai ada alam dan dunia hanya dihuni oleh dua orang, yaitu sepasang puun, yakni puun Cikeusik. Tuturan tersebut, mengemukakan bahwa puun Cikeusik lah manusia pertama yang ada di dunia. Manusia pertama di dunia atau yang tertua adalah sepasang, yaitu puun Cikeusik. Baru kemudian menyusul puun Cikertawana dan Cibeo. Tuturan lainnya, menyebutkan, bahwa kejeroan semuanya adalah anak-cucu puun perempuan. Anak puun Cikeusik menjadi puun Cibeo, anaknya kemudian menjadi puun Cikertawana.
Dengan demikian, bagi orang Baduy seorang pemimpin dalam pamarentahan (jaro, girang seurat, tangkesan kokolotan, kokolot, dan baresan), berasal dari keturunan para puun yang artinya, satu sama lain terikat oleh garis kerabat. Dalam konteks itu, ciri penting dalam pamarentahan Baduy, terletak pada diferensiasi peran dan pembagian jabatan yang terpisahkan melalui struktur sosial, namun semuanya terikat oleh satu hubungan kerabat yang erat.
Perbedaan peran yang mendasar antara para pemimpin yang disebut puun dan yang disebut para jaro, adalah pada tanggung jawab yang berurusan dengan aktivitasnya, karena para puun berurusan dengan dunia gaib sedangkan para jaro bertugas menyelesaikan persoalan duniawi. Atau, dengan perkataan lain, para puun berhubungan dengan dunia sakral dan para jaro berhubungan dengan dunia profan. Oleh karena itu, para puun menerima tanggung jawab tertinggi pada hal-hal yang berhubungan dengan pengaturan harmonisasi kehidupan sosial dan religius, sehingga kehidupan warga masyarakatnya dapat berlangsung dengan tertib.
Dalam situasi seperti itu warga masyarakat dituntut patuh memenuhi ketentuan pikukuh yang telah digariskan para karukun. Pelanggaran terhadap pikukuh berarti telah siap menerima hukuman berupa pengusiran dari daerah tangtu. Atau, bagi masyarakat panamping melanggar ketentuan itu berarti harus menangung kewajiban bekerja di huma puun, yang lamanya disesuaikan dengan berat ringannya pelanggaran.

3.2.Sturktur Pemerintahan
Masyarakat Baduy mengenal dua sistem pemerintahan yaitu sistem nasional dan sistem adat.  dalam sistem nasional, masyarakat baduy termasuk ke dalam wilayah Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Provinsi Banten.  di daerah baduy terdapat sejumlah kampung yang terbagi menjadi kampung tangtu, kampung panamping dan kampung dangka. selain kampung tangtu juga terdapat rukun kampung yang disebut kokolotan lembur.
Desa Kanekes dipimpin oleh kepala desa yang disebut jaro pamarentah yang berada di bawah camat, kecuali untuk urusan adat yang tunduk kepada kepala pemerintahan tradisional (adat) yang disebut puun.  yang membedakan dengan kepala desa lainnya adalah kepala desa Kanekes tidak dipilih oleh warga, tetapi ditunjuk oleh puun, baru kemudian diajukan kepada bupati (melalui camat) untuk dikukuhkan sebagai kepala desa.  untuk saat ini yang menjabat sebagai jaro pamarentah adalah Jaro Dainah.
Secara tradisional pemerintahan pada masyarakat baduy bersorak kesukuan dan disebut kapuunan, karena puun menjadi pimpinan tertinggi.  Ada tiga orang puun di wilayah baduy yaitu puun Cikeusik, puun Cibeo dan puun Cikertawana.  puun-puun tersebut merupakan “tri tunggal”.  selain berkuasa di wilayah masing-masing, mereka secara bersama-sama juga memegang kekuasaan pemerintahan tradisional masyarakat baduy.  walaupun merupakan satu kesatuan, ketiga puun tersebut mempunyai wewenang tugas yang berlainan.  wewenang puun Cikeusik adalah menyangkut urusan keagamaan dan ketua pengadilan adat yang menentukan pelaksanaan upacara-upacara adat (seren taun, kawalu dan seba).  dan memutuskan hukuman bagi pelanggar adat.
Baduy atau biasa disebut juga dengan masyarakat kanekes adalah nama sebuah kelompok masyarakat adat Sunda di Banten. Suku Baduy tinggal di pedalaman Jawa Barat,  tepatnya di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak Provinsi Banten. Di daerah Baduy terdapat sejumlah kampung yang terbagi menjadi 3 ,yaitu : kampung tangtu / kelompok tangtu ( Baduy dalam ), kampung panamping / kelompok panamping ( Baduy luar ) dan kampung dangka / kelompok dangka.
* Kelompok tangtu (baduy dalam)
Suku Baduy Dalam tinggal di pedalaman hutan dan masih terisolir dan belum masuk kebudayaan luar.selain itu orang baduy dalam merupakan yang paling patuh kepada seluruh ketentuan maupun aturan-aturan yang telah ditetapkan oleh Pu’un (Kepala Adat). Orang Baduy dalam tinggal di 3 kampung,yaitu Cibeo, Cikartawana, dan Cikeusik. Ciri khas Orang Baduy Dalam adalah pakaiannya berwarna putih alami dan biru tua serta memakai ikat kepala putih dan golok.
* Kelompok masyarakat panamping (baduy Luar)
Mereka tinggal di desa Cikadu, Kaduketuk, Kadukolot, Gajeboh, Cisagu, yang mengelilingi wilayah baduy dalam. Masyarakat Baduy Luar berciri khas mengenakan pakaian dan ikat kepala berwarna hitam. Suku Baduy Luar biasanya sudah banyak berbaur dengan masyarakat Sunda lainnya. selain itu mereka juga sudah mengenal kebudayaan luar, seperti bersekolah.
* Kelompok Baduy Dangka
Mereka tinggal di luar wilayah Kanekes, dan pada saat ini tinggal 2 kampung yang tersisa, yaitu Padawaras (Cibengkung) dan Sirahdayeuh (Cihandam). Kampung Dangka tersebut berfungsi sebagai semacam buffer zone atas pengaruh dari luar.

Suku Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai pemimpinnya yang disebut Puun. Pelaksanaan pemerintahan adat kepuunan dilaksanakan oleh jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Dalam lembaga kapuunan terdapat beberapa jabatan yang masing-masing jabatan memegang dan bertanggung jawab pada khas. Berikut ini akan diuraikan masing-masing jabatan dalam lembaga kapuunan tersebut.


Puun
Puun merupakan jabatan tertinggi dalam wilayah tangtu.  Menurut pikukuh “peraturan adat” jabatan puun berlangsung turun temurun, kecuali bila ada hal yang tidak memungkinkan.  Sehubungan dengan hal tersebut jabatan puun bisa diwariskan kepada keturunannya atau kerabat dekatnya.  Lama jabatan puun tidak ditentukan.  jangka waktu jabatan pada dasarnya ditentukan oleh kemampuan seseorang memegang jabatan puun.  Ada yang menjabat sampai tutup usia, namun kebanyakan akan mengundurkan diri karena usia tua.
Ada tiga orang puun di wilayah baduy yaitu puun Cikeusik, puun Cibeo dan puun Cikertawana.  puun-puun tersebut merupakan “tri tunggal”.  Selain berkuasa di wilayah masing-masing, Mereka secara bersama-sama juga memegang kekuasaan pemerintahan tradisional masyarakat baduy.  Walaupun merupakan satu kesatuan, ketiga puun tersebut mempunyai wewenang tugas yang berlainan.  Wewenang puun Cikeusik adalah menyangkut urusan keagamaan dan ketua pengadilan adat yang menentukan pelaksanaan upacara-upacara adat (seren taun, kawalu dan seba) dan memutuskan hukuman bagi pelanggar adat. Wewenang kapuunan Cibeo menyangkut pelayanan kepada warga dan tamu di kawasan baduy, termasuk pada urusan administrator tertib wilayah, pelintas batas dan berhubungan dengan daerah luar.  Sedangkan wewenang kapuunan Cikertawana menyangkut urusan pembinaan warga, kesejahteraan, keamanan atau sebagai badan pelaksana langsung di lapangan yang memonitor permasalahan yang berhubungan dengan kawasan baduy.
Girang Seurat
Girang seurat atau kadang disebut seurat merupakan jabatan tertinggi kedua setelah puun yang melaksanakan tugas sebagai “sekertaris” puun atau pemangku adat, juga bertugas mengurus huma serang “ladang bersama” dan menjadi penghubung dan pembantu utama puun.  Setiap orang yang ingin menghadap atau bertemu puun harus melalui girang seurat.  Tamu dari luar lebih dihadapi oleh girang seurat yang mewakili puun.  Sebagai pembantu puun, girang seurat hanya ada di tangtu Cikeusik dan Cibeo, sedangkan di Cikertawana tugas yang sama dipegang oleh kokolot “tetua kampung”.
Jaro
Jaro merupakan pelaksana harian urusan pemerintahan kapuunan.  Tugas jaro sangat berat karena meliputi segala macam urusan.  Di Baduy dikenal empat jabatan jaro yaitu jaro tangtu, jaro dangka, jaro tanggungan dan jaro pamarentah.  Jaro tangtu bertugas sebagai pengawas dalam pelaksanaa hukum adat warga tangtu.  Ia bekerja sama dengan girang Seurat mendampingi puun dalam upacara adat atau menjadi utusan kepala desa ke luar desa Kanekes.
 Jaro Dangka bertugas menjaga, mengurus dan memelihara tanah titipan leluhur yang berada di dalam dan di luar Desa Kanekes.  Ia juga bertugas menyadarkan kembali warga tangtu yang dibuang karena melanggar adat. Jaro dangka berjumlah sembilan orang, tujuh orang berada di luar desa Kanekes dan dua lainnya berada di dalam desa. Kesembilan jaro ditambah dengan tiga orang jaro tangtu disebut dengan jaro duabelas yang dikepalai oleh salah seorang diantara mereka.  pemimpin jaro duabelas ini disebut jaro tanggungan duabelas. Jaro pamarentah bertugas sebagai penghubung pemerintahan adat dan masyarakat baduy dengan pemerintah dan bertindak sebagai kepala desa Kanekes yang berkedudukan di Kaduketug.  Dalam tugas jaro pamarentah dibantu oleh pangiwa, carik, dan kokolot lembur.
Baresan
Baresan adalah semacam petugas keamanan kampung yang bertugas dan bertanggungjawab dalam bidang keamanan dan ketertiban.  Mereka termasuk dalam anggota sidang kapuunan atau semacam majelis yang beranggotakan sebelas orang di Cikeusik, sembilan orang di Cibeo dan lima orang di Cikertawana.  Mereka juga dapat menggantikan puun menerima tamu yang akan menginap dan dalam berbagai upacara adat.
Palawari
Palawari merupakan kelompok khusus, semacam panitia tetap yang bertugas sebagai pembantu, pesuruh dan perantara dalam berbagai kegiatan upacara adat.  Mereka mendapat tugas dari tangkesan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan persiapan dan pelaksanaan suatu upacara adat, yakni menyediakan makanan untuk semua petugas dan warga yang terlibat dalam upacara tersebut.
Tangkesan
Tangkesan merupakan  ”menteri kesehatan” atau dukun kepala dan sebagai atasan dari semua dukun yang ada di baduy.  Ia juga merupakan juru ramal bagi segala aspek kehidupan orang baduy.  Ia terlibat dalam penentuan orang yang pantas menjadi puun.  Ia juga orang yang memberi restu pada orang yang ingin menjadi dukun.  Oleh karena itu, orang yang menjabat sebagai tangkesan harus cendikia dan menguasai ilmu obat-obatan dan mantera-mantera.  sekalipun tangkesan dapat memberikan nasihat dan menjadi tempat bertanya bagi puun, jabatan ini dapat dipegang oleh orang baduy luar.  Dalam hal ini, biasanya ia merupakan keturunan dari tangkesan sebelumnya.
Ada beberapa sebutan dukun pada masyarakat baduy, yakni paraji (dukun beranak), panghulu (dukun khusus mengurus orang yang meninggal), bengkong julu (dukun sunat untuk pria) dan bengkong bikang (dukun sunat untuk wanita).

Wewenang kapuunan Cibeo menyangkut pelayanan kepada warga dan tamu di kawasan baduy, termasuk pada urusan administrator tertib wilayah, pelintas batas dan berhubungan dengan daerah luar.  sedangkan wewenang kapuunan Cikertawana menyangkut urusan pembinaan warga, kesejahteraan, keamanan atau sebagai badan pelaksana langsung di lapangan yang memonitor permasalahan yang berhubungan dengan kawasan baduy.
Dalam lembaga kapuunan terdapat beberapa jabatan yang masing-masing jabatan memegang dan bertanggung jawab pada urusan khas.  berikut ini akan diuraikan masing-masing jabatan dalam lembaga kapuunan tersebut.

BAB IV
PENUTUP
4.1 kesimpulan
Masyarakat Baduy memiliki dua sistem pemerintahan, yaitu sistem pemerintahan daerah yang sesuai dengan ketentuan undang-undang dan Suku Baduy memiliki tata pemerintahan sendiri dengan kepala suku sebagai pemimpinnya yang disebut Puun. Pelaksanaan pemerintahan adat kepuunan dilaksanakan oleh jaro yang dibagi kedalam 4 jabatan yang setiap jaro memiliki fungsi dan tugasnya masing-masing. Dalam lembaga kapuunan terdapat beberapa jabatan yang masing-masing jabatan memegang dan bertanggung jawab pada khas.


DAFTAR PUSTAKA


koentjaraningrat, masyarakat terasing indonesia, jakarta, PT.Gramedia Pustaka Utama

Tidak ada komentar:

Posting Komentar