Pertanyaan
1.
Mengapa
demokrasi yang kuat membutuhkan civil society yang kuat juga ?
2.
Jelaskan
pokok-pokok pikiran Sutan Syahrir tentang Sosialisme Demokrassi !
3.
Bandingkan
dengan kritis kelebihan dan kelemahan demokrasi !
4.
Analisislah
kaitan antara Kapitalisme dan Demokrasi !
Jawaban
1.
Masyarakat
demokratis tidak mungkin tanpa masyarakat berperadaban, masyarakat madani.
Berada di lubuk paling dalam dari masyarakat madani adalah jiwa madaniyah,
civility, yaitu keadaban itu sendiri. Yaitu sikap kejiwaaan pribadi dan sosial
yang bersedia melihat diri sendiri tidak selamanya benar, dan tidak ada suatu
jawaban yang selamanya benar atas suatu masalah. Dari keadaan lahir sikap yang
tulus untuk menghargai sesama manusia, betappaun seorang individu atau suatu
kelompok berbeda dengan diri sendiri dan kelompok sendiri. Karena itu, keadaban
atau civility menuntut setiap orang dan kelompok masyarakat untuk menghindar
dari kebiasaan merendahkan orang atau kelompok lain, sebab "Kalau-kalau
mereka yang direndahkan itu lebih baik daripada mereka yang direndahkan".
Kalau saja kita mau jujur, makna civil society yang kita idamkan (walau sebagian) adalah konsep civil society menurut Habermas. Kita telah lama memimpikan ruang publik yang bebas tempat mengekspresikan keinginan kita atau untuk meredusir, meminimalisir berbagai intervensi, sikap totaliter, sikap etatisme pemerintah. Pada ruang publik inilah kita memiliki kesetaraan sebagai aset untuk melakukan berbagai transaksi wacana tanpa harus takut diciduk, diintimidasi atau ditekan oleh penguasa. Model ini sudah lama tetapi sekaligus merupakan format baru bagi kita untuk mereformasi paradigma kekuasaan yang telah dipuntir oleh penguasa Orde Baru.
The free public sphere merupakan inspirator, motivator sekaligus basis bagi mekanisme demokrasi modern, seperti yang dialami oleh Amerika, bangsa Eropa dan kawasan dunia lain. Demokrasi modern secara substantif mengacu pada kebebasan, kesetaraan, kemandirian, kewarganegaraan, regularisme, desentralisme, aktivisme, dan konstitusionalisme. Persoalannya bagaimana cara yang efektif agar spirit demokrasi modern ini bisa disemaikan dengan baik? Jawabannya, adalah kita mesti membangun dan mengembangkan institusi seperti LSM, organisasi sosial, organisasi agama, kelompok kepentingan, partai politik yang berada di luar kekuasaan negara, termasuk Komnas HAM dan Ombudsman yang dibentuk oleh pemerintah. Hal ini tidak serta merta menghilangkan keterhubungannya dengan negara atau bersifat otonom. Berbagai undang-undang, hukum dan peraturan negara tetap menjadi pijakan bagi setiap institusi dalam melakukan aktivitasnya. Hal terpenting dalam civil society adalah kesetaraan yang bertumpu pada kedewasaan untuk saling menerima perbedaan. Tanpa itu, civil society hanya merupakan slogan kosong.6
Civil Society dan demokrasi ibarat "the two side at the same coin". Artinya jika civil society kuat maka demokrasi akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sebaliknya jika demokrasi bertumbuh dan berkembang dengan baik, civil society akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Itu pula sebabnya para pakar mengatakan civil society merupakan rumah tempat bersemayamnya demokrasi.7
Menguatnya civil society saat ini sebenarnya merupakan strategi yang paling ampuh bagi berkembangnya demokrasi, untuk mencegah hegemoni kekuasaan yang melumpuhkan daya tampil individu dan masyarakat. Dalam praktiknya banyak kita jumpai, individu, kelompok masyarakat, elite politik, elite penguasa yang berbicara atau berbuat atas nama demokrasi, walau secara esensial justru sebaliknya. Kesadaran masyarakat akan demokrasi bisa dibeli dengan uang. Kelompok masyarakat tertentu diatur untuk bertikai demi demokrasi. Perseteruan eksekutif dan legislatif saat ini sebenarnya tidak kondusif bagi pemulihan ekonomi kita, tetapi hal itu tetap dilakukan demi demokrasi.
Kalau saja kita mau jujur, makna civil society yang kita idamkan (walau sebagian) adalah konsep civil society menurut Habermas. Kita telah lama memimpikan ruang publik yang bebas tempat mengekspresikan keinginan kita atau untuk meredusir, meminimalisir berbagai intervensi, sikap totaliter, sikap etatisme pemerintah. Pada ruang publik inilah kita memiliki kesetaraan sebagai aset untuk melakukan berbagai transaksi wacana tanpa harus takut diciduk, diintimidasi atau ditekan oleh penguasa. Model ini sudah lama tetapi sekaligus merupakan format baru bagi kita untuk mereformasi paradigma kekuasaan yang telah dipuntir oleh penguasa Orde Baru.
The free public sphere merupakan inspirator, motivator sekaligus basis bagi mekanisme demokrasi modern, seperti yang dialami oleh Amerika, bangsa Eropa dan kawasan dunia lain. Demokrasi modern secara substantif mengacu pada kebebasan, kesetaraan, kemandirian, kewarganegaraan, regularisme, desentralisme, aktivisme, dan konstitusionalisme. Persoalannya bagaimana cara yang efektif agar spirit demokrasi modern ini bisa disemaikan dengan baik? Jawabannya, adalah kita mesti membangun dan mengembangkan institusi seperti LSM, organisasi sosial, organisasi agama, kelompok kepentingan, partai politik yang berada di luar kekuasaan negara, termasuk Komnas HAM dan Ombudsman yang dibentuk oleh pemerintah. Hal ini tidak serta merta menghilangkan keterhubungannya dengan negara atau bersifat otonom. Berbagai undang-undang, hukum dan peraturan negara tetap menjadi pijakan bagi setiap institusi dalam melakukan aktivitasnya. Hal terpenting dalam civil society adalah kesetaraan yang bertumpu pada kedewasaan untuk saling menerima perbedaan. Tanpa itu, civil society hanya merupakan slogan kosong.6
Civil Society dan demokrasi ibarat "the two side at the same coin". Artinya jika civil society kuat maka demokrasi akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Sebaliknya jika demokrasi bertumbuh dan berkembang dengan baik, civil society akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Itu pula sebabnya para pakar mengatakan civil society merupakan rumah tempat bersemayamnya demokrasi.7
Menguatnya civil society saat ini sebenarnya merupakan strategi yang paling ampuh bagi berkembangnya demokrasi, untuk mencegah hegemoni kekuasaan yang melumpuhkan daya tampil individu dan masyarakat. Dalam praktiknya banyak kita jumpai, individu, kelompok masyarakat, elite politik, elite penguasa yang berbicara atau berbuat atas nama demokrasi, walau secara esensial justru sebaliknya. Kesadaran masyarakat akan demokrasi bisa dibeli dengan uang. Kelompok masyarakat tertentu diatur untuk bertikai demi demokrasi. Perseteruan eksekutif dan legislatif saat ini sebenarnya tidak kondusif bagi pemulihan ekonomi kita, tetapi hal itu tetap dilakukan demi demokrasi.
2.
Bagi Syahrir, negara Republik Indonesia merdeka
mesti menjadi alat bagi revolusi demokratis di mana di jamin hak-hak
fundamental manusia. Ia menunjuk bahwa bahaya besar bagi harkat kemanusiaan ini
ada pada kolonialisme Belanda, fasisme jepang, tiranisme budaya lokal serta
feodalisme. Kahin member kesaksian:”Syahrir mempunyai kecemasan terus-menerus
bahwa warisan feodalisme Jawa, bisa dengan cepat membawa arah politik yang
otoriter”. Dalam Perjuangan Kita, ia tegaskan perjuangan Republik Indonesia
harus difokuskan menuju revolusi kerakyatan (sosial). Negara Republik Indonesia
merdeka mestilah menjadi sarana, alat bagi perjuangan demokratis. Arah revolusi
kerakyatan atau demokrasi ini adalah negara dengan penjaminan hak-hak dasar
manusia, yakni: kebebasan berpikir, bicara, beragama, menulis, kelayakan upah,
hak memperoleh pendidikan, hak politis.
Revolusi Indonesia mesti merupakan revolusi sosial. Rakyat yang bergerak tidak hanya berhenti berjuang demi kedaulatan Indonesia, persatuan Indonesia, tetapi juga demi kemerdekaan rakyat dari segala penindasan, kemiskinan, kemalangan dan kesewenang-wenangan yang menjepit mereka. Banyak yang kurang menyadari aspek revolusi sosial ini lantaran berhenti pada obsesi revolusi nasional saja.
Revolusi Indonesia mesti merupakan revolusi sosial. Rakyat yang bergerak tidak hanya berhenti berjuang demi kedaulatan Indonesia, persatuan Indonesia, tetapi juga demi kemerdekaan rakyat dari segala penindasan, kemiskinan, kemalangan dan kesewenang-wenangan yang menjepit mereka. Banyak yang kurang menyadari aspek revolusi sosial ini lantaran berhenti pada obsesi revolusi nasional saja.
3. Kelebihan :
·
mencegah
tumbuhnya suatu pemerintahan otokratis (pemerintahan pada satu orang)
·
menjamin bagi
warganya untuk menggunakan hak-hak asasi yang tidak diberikan oleh sistem yang
demokratis.
·
menjamin
kebebasan pribadi yang lebih luas kepada warga negaranya daripada alternatif
lain yang memungkinkan.
·
melindungi
orang-orang, yang berhubungan dengan kepentingan pokok mereka, seperti
kelangsungan hidup, cinta, rasa hormat, dan sebagainya.
·
memberikan
kebebasan untuk memilih, membentuk hidup sesuai tujuan dan sebagainya,
·
pemerintahan
demokratis memberikan kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri, sesuai
dengan hukum yang mereka pilih sendiri.
·
pemerintahan
demokratis memberikan kesempatan sebesar-besarnya untuk menjalankan tanggung
jawab moral.
·
demokrasi
membantu perkembangan manusia lebih daripada sistem lain.
·
pemerintahan
demokratis dapat membantu perkembangan kadar persamaan politik yang relatif
tinggi.
·
negara-negara
dengan pemerintahan demokratis biasanya lebih maju daripada negara dengan
pemerintahan non demokratis.
Kelemahan :
·
demokrasi
berdasar terhadap anggapan bahwa manusia semua sama atau sederajat, karena
mereka akrab dan memiliki hal serupa didalam mental, spiritual dan kualitas
moral. Akan tetapi para pengkritik demokrasi membantah bahwa anggapan tersebut.
Manusia tampak sangat berbeda didalam berbagai hal, seperti stamina moral, dan
kapasitas untuk belajar dengan berlatih dan pengalaman
·
pemerintahan
oleh mayoritas merupakan peraturan yang dipegang oleh manusia biasa, dimana
secara umum tidak intelligent, memiliki opini yang tak terkontrol dan bertindak
emosional tanpa alasan, berpengetahuan terbatas, kekurangan waktu luang yang
diperlukan untuk perolehan dalam memahami informasi, dan curiga atas kecakapan
yang dimiliki oleh orang lain. Oleh karena itu, demokrasi adalah lemah didalam
kualitas.
·
dalam demokrasi
yang memerintah adalah publik, sedangkan publik atau kelompok seringkali
beraksi dengan cara mencolok. Tindakan rakyat seringkali bersifat menuruti kata
hati dan dengan mudah terpengaruh atas saran dari kelompok lainnya. Publik
seringkali bertindak anarkis atas nama kebebasan. Hal yang tidak terpuji,
dimana pemimpin politik memanfaatkan psikologis rakyat banyak dan membangunkan
nafsu masyarakat dalam rangka untuk memenangkan dukungan masyarakat.
·
demokrasi
didasarkan atas sistem partai. Partai-partai dipandang sangat diperlukan untuk
kesuksesan demokrasi. Akan tetapi sistem partai telah merusak demokrasi
dimana-mana. Partai- partai meletakkan perhatian utama untuk mereka sendiri
daripada bangsa mereka. Mereka berkembang diatas ketidaktahuan masyarakat.
·
propaganda
partai dan sering mengunjungi masyarakat tertentu membutuhkan pengeluaran yang
besar. Sebagai contoh di Indonesia, milyaran rupiah tersalurkan untuk setiap
lima tahun pemilihan. Jumlah uang yang sangat besar ini dikeluarkan sebagai
gaji dan upah para legislator. Dana yang seharusnya dipakai untuk tujuan
produktif, dihabiskan dengan sia- sia atas dasar berkampanye dan propaganda
partai.
4. Munculnya kapitalisme perusahaan
membawa arus baru bagi demokrasi. Sejak itu demokrasi bukan lagi sekedar soal
politik dalam arti sempit. Karena menguasai uang (modal serta produksi
hal/barang), para kapitalis dianggap punya kekuasaan besar yang menentukan
jalannya masyarakat, lebih besar daripada kekuasaan partai politik, LSM,
intelektual, buruh. Karena terus-tidaknya sebuah rezim dalam negara demokratis
semakin ditentukan oleh sejauh mana rezim itu meningkatkan kesejahteraan
ekonomi penduduk, maka para pejabat negara makin tidak bisa tidak dekat dengan
para kapitalis. Logikanya sederhana: kegiatan ekonomi ditentukan oleh pembiakan
modal, pembiakan modal ditentukan oleh berkembangnya investasi, dan investasi
hanya terjadi kalau para kapitalis menanamkan modalnya. Maka para kapitalis
lalu juga menjadi semacam “pejabat” dalam masyarakat. Karena itu amat sesat
untuk menganggap ‘kapitalisme’ sebagai kawasan privat, sedang ‘negara’ sebagai
urusan publik. Keduanya merupakan soal publik.
Soal UAS
1. Jelaskan
tahapan pelaksanaan pengadilan di Indonesia !
2. Evaluasilah
kinerja KomnasHAM Indonesia !
3. Jelaskan
perkembangan dokumen-dokumen HAM yang berpengaruh terhadap perkembangan HAM
Indonesia !
4. Jelaskan
perkembangan teori-teori HAM di Indonesia !
Jawaban
1. UU
No. 26 Tahun 2000 mengatur Kekhususan pengadilan HAM diluar ketentuan KUHAP
untuk pelanggaran HAM yang berat yaitu dengan tahapan :
Penahanan
Selama
proses penyidikan dan penuntutan, penahanan atau penahan lanjutan dapat
dilakukan oleh Jaksa Agung, sedangkan untuk kepentingan pemeriksaan di sidang
pengadilan
yang berwenang melakukan penahanan adalah hakim dengan mengeluarkan penetapan.
Perintah penahanan ini harus didasarkan pada alasan-alasan yang disyaratkan
yaitu adanya dugaan keras melakukan pelanggaran HAM berat dengan bukti yang
cukup.
Penyelidikan
Huruf 5
ketentuan umum UU No. 26 Tahun 2000 menyatakan bahwa penyelidikan
diartikan
sebagai serangkaian tindakan penyelidik untuk mencari dan menemukan ada
tidaknya suatu peristiwa yang diduga merupakan pelanggaran hak asasi manusia
yang berat guna ditindaklanjuti dengan penyidikan sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam Undang-undang ini
Penyidikan
Definisi
tentang penyidikan tidak diatur dalam UU No. 26 Tahun 2000.23 Pihak yang
berwenang
melakukan penyidikan terhadap kasus pelanggaran HAM yang berat adalah Jaksa
Agung. Penyelidikan ini tidak termasuk untuk menerima pengaduan dan laporan karena
pengaduan dan laporan tersebut merupakan kewenangan Komnas HAM. Dalam upaya
penyidikan ini Jaksa Agung dapat24 mengangkat penyelidik ad hoc dari unsur masyarakat
dan pemerintah.
Penuntutan
UU No. 26
Tahun 2000 mengatur tentang ketentuan penuntutan dalam pasal 23 dan 24.Pasal 23
menyatakan Penuntutan mengenai pelanggaran HAM yang berat dilakukan oleh Jaksa
Agung dan dalam melakukan penuntutan. Jaksa Agung dapat menganggat jaksa
penuntut umum ad hoc. Untuk dapat diangkat menjadi penuntut umum ad hoc harus
memenuhi syarat tertentu.
2. KomnasHAM menurut saya kinerjanya masih tidak
indevenden dan sering dikaitkan dengang orang yang berkuasa yang kasusnya tidak
ingin dikalahkan, seperti contohnya dalam kasus kekerasan militer di Talangsari,
Lampung 1989, juga sangat dipengaruhi kinerja instansi lain. Hal itu merujuk
pada belum dipenuhinya permintaan Komnas HAM agar kejaksaan dan pengadilan
menyerahkan berkas berita acara pemeriksaan (BAP) proses pengadilan sebelumnya.
3.
√ Universal Declaration of Human Rights
ü
ü Undang – Undang Dasar 1945
ü
ü Ketetapan MPR Nomor XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi
Manusia
ü
ü Undang – Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak
Asasi Manusia
ü
Petition of Right
ü
Magna Charta
4.
a. . Periode Sebelum Kemerdekaan ( 1908 – 1945 )
• Boedi
Oetomo, dalam konteks pemikiran HAM, pemimpin Boedi Oetomo telah memperlihatkan
adanya kesadaran berserikat dan mengeluarkan pendapat melalui petisi – petisi
yang dilakukan kepada pemerintah kolonial maupun dalam tulisan yang dalam surat
kabar goeroe desa
•
Perhimpunan Indonesia, lebih menitikberatkan pada hak untuk menentukan nasib
sendiri.
• Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
• Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
• Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
• Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
• Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
• Sarekat Islam, menekankan pada usaha – usaha unutk memperoleh penghidupan yang layak dan bebas dari penindasan dan deskriminasi rasial.
• Partai Komunis Indonesia, sebagai partai yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak – hak yang bersifat sosial dan menyentuh isu – isu yang berkenan dengan alat produksi.
• Indische Partij, pemikiran HAM yang paling menonjol adalah hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang sama dan hak kemerdekaan.
• Partai Nasional Indonesia, mengedepankan pada hak untuk memperoleh kemerdekaan.
• Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, menekankan pada hak politik yaitu hak untuk mengeluarkan pendapat, hak untuk menentukan nasib sendiri, hak berserikat dan berkumpul, hak persamaan di muka hukum serta hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara.
·
Pemikiran HAM sebelum kemerdekaan juga terjadi
perdebatan dalam sidang BPUPKI antara Soekarno dan Soepomo di satu pihak dengan
Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin pada pihak lain. Perdebatan pemikiran HAM
yang terjadi dalam sidang BPUPKI berkaitan dengan masalah hak persamaan
kedudukan di muka hukum, hak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, hak
untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak berserikat, hak untuk berkumpul, hak
untuk mengeluarkan pikiran dengan tulisan dan lisan.
b. Periode Setelah Kemerdekaan
( 1945 – sekarang )
·
Periode 1945 – 1950
Pemikiran HAM pada periode
awal kemerdekaan masih pada hak untuk merdeka, hak kebebasan untuk berserikat
melalui organisasi politik
·
Periode
1950 – 1959
Periode 1950 – 1959 dalam
perjalanan Negara Indonesia dikenal dengan sebutan periode Demokrasi
Parlementer. Pemikiran HAM pada periode ini menapatkan momentum yang sangat membanggakan,
karena suasana kebebasan yang menjadi semangat demokrasi liberal atau demokrasi
parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit politik.
·
Periode 1959 – 1966
Pada periode ini sistem
pemerintahan yang berlaku adalah sistem demokrasi terpimpin sebagai reaksi
penolakan Soekarno terhaap sistem demokrasi Parlementer.
·
Periode 1966 – 1998
ada semangat untuk menegakkan HAM. Pada masa
awal periode ini telah diadakan berbagai seminar tentang HAM. Salah satu
seminar tentang HAM dilaksanakan pada tahun 1967 yang merekomendasikan gagasan
tentang perlunya pembentukan Pengadilan HAM, pembentukan Komisi dan Pengadilan
HAM untuk wilayah Asia.
·
Periode 1998 – sekarang
Pergantian rezim pemerintahan
pada tahan 1998 memberikan dampak yang sangat besar pada pemajuan dan
perlindungan HAM di Indonesia. Pada saat ini mulai dilakukan pengkajian
terhadap beberapa kebijakan pemerintah orde baru yang beralwanan dengan pemjuan
dan perlindungan HAM. Selanjutnya dilakukan penyusunan peraturan perundang –
undangan yang berkaitan dengan pemberlakuan HAM dalam kehidupan ketatanegaraan
dan kemasyarakatan di Indonesia. Hasil dari pengkajian tersebut menunjukkan
banyaknya norma dan ketentuan hukum nasional khususnya yang terkait dengan
penegakan HAM diadopsi dari hukum dan instrumen Internasional dalam bidang HAM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar